JAUHKANLAH DIRIMU DAN KELUARGAMU DARI API NERAKA

Friday, May 18, 2012

Sejarah Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

A. Sejarah Gerakan
Perang Solferino
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi, sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok yang saling berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai ‘makanan meriam’. Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli bedah pun sangat tidak mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu orang.
Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.Akibat perang dengan pemandangannya yang sangat mengerikan itu, menggugah Henry Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910) yang kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran,  membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh menghabiskan waktunya guna merawat orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis yang tidak mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli (Kita semua saudara), membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino. Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu diberi judul “Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino). Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
1.   Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yang terluka pada waktu perang.
2.   Perlunya kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu segera membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant, termasuk Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Moynier pun mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863 di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga ditunjuklah empat orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant.  Mereka adalah :
1.    Gustave Moynier
2.    dr. Louis Appia
3.    dr. Theodore Maunoir
4.    Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk menjadi sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka, atas bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama  di Jenewa yang dihadiri perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia, Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa Negara tersebut saat ini sudah menjadi Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri dari sepuluh pasal, beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH atau ICRC (International Committeee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant – untuk membentuk perhimpunan para sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian setelah berlangsungnya konferensi internasional di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia. Perhimpunan lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis, Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
Dengan dukungan pemerintah Swiss, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor mengirimkan wakilnya. Sebagai bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan tersebut dinamakan “Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi tentara yang terluka di medan perang” dan disetujui pada tanggal 22 Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi prajurit yang terluka pada saat peperangan dan membuat negara-negara memberikan status netral pada prajurit yang terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.



B. Komponen Gerakan
1.    International Committee of the Red Cross /ICRC  (Komite Internasional Palang Merah)
-       Organisasi internasional swasta, netral dan mandiri, tidak di bawah PBB, berkantor pusat di Jenewa, Swiss.
-       Dewan Eksekutif terdiri dari 25 orang warga Swiss.
-       Sumber Dana merupakan sumbangan dari negara peserta Konvensi Jenewa, Perhimpunan Nasional, Sumbangan UE, sumbangan dari pihak lain.
-       ICRC berperan sebagai :
1.    Institusi netral.
2.    Pelindung (guardian) asas dan pelaksana Konvensi Jenewa 1949.
3.    Memiliki Hak Prakarsa
2.    International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societies / IFRC (Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah)
-       Organisasi kemanusiaan terbesar di dunia
-       Berdiri tahun 1919
-       Beranggotakan 181 Perhimpunan Nasional
-       Lebih dari 60 delegasi di dunia
-       IFRC berperan sebagai :
1.    Tanggap Bencana Kesiap-siagaan Bencana
2.    Mempromosikan nilai kemanusiaan dan prinsip
3.    Kesehatan dan pelayanan masyarakat
4.    Pengembangan kapasitas organisasi
3.    National Societies (Perhimpunan-Perhimpunan Nasional)
-       Didirikan di satu Negara pihak/peserta Konvensi-Konvensi Jenewa 1949.
-       Satu-satunya Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional di negaranya.
-       Diakui oleh pemerintah negaranya.
-       Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.
-       Bersifat Mandiri
-       Terorganisasi dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan di seluruh wilayah negaranya.
-       Menerima anggota tanpa membedakan ras, jenis kelamin, kelas, agama atau pandangan politik.
-       Menyetujui Statuta Gerakan.
-       Menghormati Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan prinsip-prinsip HPI.
LAMBANG KOMPONEN GERAKAN


                                                       IFRC                                                         palang merah

Thursday, May 17, 2012

MEDIA / ALAT PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN


Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif  mewarnai interaksi yang  terjadi antara guru dan anak didik. Interaksi bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mecapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar melakukan kegiatan pembelajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya  guna kepentingan pengajaran.
Media belajar dapat menunjang untuk mencapai tujuan kegiatan belajar mengajar, proses komunikasi dan interaksi harus terjadi secara efektif, oleh karena itu perlu di upayakan adanya suattu pembelajaran yang mampu menghubungkan antara komponen kegiatan belajar mengajar. Seorang guru perlu memanfaatkan beberapa media pendidikan yang telah ada dan mengupayakan pengadaan media pendidikan baru demi terwujudnya tujuan bersama.















BAB II
PEMBAHASAN



A.   Pengertian Alat / Media Pendidikan
Alat pendidikan adalah suatu tindakan/perbuatan/situasi/benda yang sengaja diadakan untuk mempermudah pencapaian pendidikan. Alat pendidikan dapat juga disebut sebagai sarana/ prasarana pendidikan.[1]  fisik yang dapat menyajikan  alat
Dari beberapa literatur tidak terdapat perbedaan alat dan media pendidikan. Zakiah darajat menyebutkan pengertian alat pendidikan sama dengan media pendidikan, sarana  pendidikan.
Term alat berarti barang sesuatu yang dipakai untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan media secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Menurut Gegne, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Briggs mendefinisikan segala bentuk alat fisik yang dapat menyajikan  pesan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Sedangkan Zakiah darajat menyebutkan bahwa media pendidikan adalah sumber belajar dan dapat juga diartikan dengan manusia dan benda atau peristiwa yang membuat kondisi siswa mungkin memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.
Dari beberapa literatur antara alat dan media pendidikan tidak dibedakan secara jelas, pada umumnya banyak yang mengindikasikan  bahwa antara alat dan media itu tidak bisa dipisahkan dan dibedakan secara hitam putih, bahkan cenderung menyamakan kedua term itu. Di satu sisi alat kadang-kadang digolongkan sebagai media, dan sisi yang lain media dimasukkan kedalam golongan alat.[2]


B.   Jenis Alat / Media Pendidikan
Para ahli mengklasifikasikan alat/ media pendidikan kepada dua bagian yaitu alat pendidikan yang bersifat benda (fisik) dan alat pendidikan yang bersifat bukan benda (non fisik).
  1. Alat Pendidikan yang bersifat benda (fisik)
Menurut Zakiah darajat, alat pendidikan yang berupa benda adalah pertama media tulis seperti Al-Qur’an, Hadits, Tauhid, Fiqih, Sejarah, Kedua benda-benda alam seperti hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya, ketiga gambar-gambar yang dirancang seperti grafik, keempat gambar yang diproyeksikan seperti video, kelima audio recording (alat untuk didengar), seperti kaset dan tape radio.[3]
Referensi lain yang menjelaskan alat pendidikan yang bersifat fisik antara lain :
·           Lembaga Pendidikan
Lembaga atau bahan pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang memikul tanggung jawab atas terlaksanannya pendidikan. Lembaga pendidikan ini dapat berbentuk formal, informasi dan nonformal.Secara formal pendidikan  diberikan di sekolah yang terkait aturan-aturan sedangkan non formal diberikan berupa kursus-kursus yang aturannya tidak terlalu ketat. Dan yang secara informal pendidikan diberikan di lingkungan keluarga.
·           Media
Media disini berarti alat-alat / benda-benda yang dapat membantu kelancaran proses pendidikan seperti , OHP, Komputer dan sebagainya.
2.    Alat Pendidikan yang bukan benda (non fisik)
Yaitu alat pendidikan yang tidak berupa bangunan tapi berupa materi atau pokok-pokok pikiran yang membantu kelancaran proses pendidikan. Antara lain :


♣     Kurikulum
Kurikulum merupakan bahan-bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses pendidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Dalam Ilmu Pendidikan kurikulum merupakan komponen yang amat penting karena juga sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan.
    Metode
Metode dapat diartiakn sebagai cara mengajar untuk pencapaian tujuan. Penggunaan metode dapat memperlancar proses pendidikan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
    Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu cara memberikan penilaian terhadap hasil belajar murid. Evaluasi dapat berbentuk tes dan non tes. Evaluasi tesdapat berupa : essay, tes objektif dan sebagainya. Sedangkan evaluasi non tes dapat berupa : penilaian terhadap kehadiran, pengendalian diri, nalar, dan pengalaman.
    Manajemen
Pengelolaan yang baik dan terarah sangat diperlukan dalam pengelola lembaga pendidikan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pengembangan sistem pendidikan islam membutuhkan manajemen yang baik. Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penempatan pegawai, dan pengawas yang baik akan memperkuat pendidikan islam sehingga out put yang dihasilkan akan berkualitas dan dapatmenjawab tantangan zaman.
    Mutu pelajaran
Peningkatan mutu pelajaran tidak terlepas daripeningkatan kualitas tenaga pengajar. Kualitas tenaga pengajar ini dapat diusahakan melalui bimbingan, penataran, penelitian, dan lain-lain.
    Keuangan[4]
Pendapat lain menyatakan, alat pendidikan yang sifatnya non fisik, yaitu :
♠     Keteladanan
Keteladanan pendidikan merupakan alat pendidikan yang sangat penting, bahkan yang paling utama. Oleh karena itu, guru harus selalu mencerminkan akhlak yang mulia dimanapun ia berada, baik ia di sekolah, di keluarga maupun dilingkungan masyarakat. Oleh karena sifat-sifat guru dapat dijadikan sebagai teladan bagi murid, maka dalam hal ini posisi guru sebagai alat yakni alat yang ditiru oleh murid.
    Perintah dan Larangan
Perintah adalah suatu keharusan untuk berbua atau melakukan sesuatu. Disamping memberi perintah, seringkali pula pendidik harus melarang perbuatan peserta didik. Kalau perintah merupakan suatu keharusan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, maka larangan merupakan keharusan untuk tidak melakuakan sesuatu yang merugikan. Biasanya larangan disertai dengan sanksinya.
♠     Ganjaran dan Hukuman (Reword and Punishment)
Ganjaran adalah sesuatu yang menyenangkan yang dijadikansebagai hadiah bagi anak yang berprestasi baik dalam belajar, sikap, dan perilaku. Sedangkan hukuman menurut Amir Daein Indra Kusuma mendefinisikan bahwa hukuman sebagai tindakan yang dijatuhkan kepada anak akan menjadi sadar dan berjanji tidak akan mengulanginya. Dapat dipahami bahwa hukuman diberikan karena ada pelanggaran sedangkan tujuan pemberian hukuman adalah agar tidak terjadi pelanggaran secara berulang.[5]
Sedangkan pembagian alat/media pendidikan menurut Drs. Suwarno adalah sebagai berikut :
1)        Positif dan Negatif
Positif maksudnya adalah agar anak mengerjakan sesuatu yang baik. Misalnya, pembiasaan yang baik, perintah, pujian. Sedangkan negatif maksudnya adalah agar anak didik tidak melakuakan sesuatu yang buruk. Misalnya, larangan, celaan, peringatan, ancaman dan hukuman.
2)        Preventif dan Korektif
Preventif berarti menjegah anak sebelum ia berbuat yang tidak baik. Misalnya, pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran.
Korektif bertujuan memperbaiki, karena anak telah melanggar ketertiban anak atau berbuat yang buruk. Misalnya, celaan, ancaman, hukuman.
3)        Menyenangkan dan Tidak Menyenangkan
Hal yang menyenagkan dapat berupa ganjaran dan pujian. Sedangkan yang tidak menyenagkan adalah hal yang menimbulkan perasaan tidak senang, seperti celaan dan hukuman.[6]

C.   Pengaruh Alat/ Media Dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan islam, alat/media jelas diperlukan sebab mempunyai peranan yang besar yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Beberapa pendapat ahli pendidikan mengenai manfaat alat/media dalam proses belajar mengajar.
  1. Yusuf Hadi Miarso dkk : alat/media mempunyai nilai praktis yang berupa kemampuan antara lain : membuat konkrit konsep yang abstrak, membawa objek yang sukar di dapat ke dalam lingkungan belajar siswa, membangkitkan motivasi belajar, menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
  2. Abu Bakar Muhammad berpendapat bahwa kegunan alat/media antara lain mampu mengatasi kesulitan dan memperjelas materi, mempermudah pemahaman dan membuat pelajaran lebih hidup dan menarik, merangsang anak untuk bekerja dan menggerakkan naluri kecintaan menelaah dan menimbulkan kemauan keras untuk mempelajari sesuatu. membantu pembentukan kebiasaan, melahirkan pendapat, memperhatikan dan memikirkan suatu pelajaran, serta menimbulkan kekuatan perhatian(ingatan), mempertajam, melatihnya, memperluas perasaan dan cepat belajar.[7]
  3. Dengan perkembangan teknologi saat ini, media tidak lagi dianggap sebagai alat bantu belaka bagi pendidik., tetapi juga sebagai alat penyalur pesan dari pemberian pesan (pendidik, penulis buku, dll) ke penerima pesan (siswa/pelajar/peserta didik). Media dapat mewakili pendidik untuk hal-hal tertentu dengan teliti., jelas dan menarik, misalnya : video, VCD,TV mampu memberikan kemudahan yang luar biasa untuk memperlancar proses pendidikan.[8]
Begitu pentingnya arti alat/media itu maka sudah barang tentu didalam pendidikan islam perlu dilengkapi dengan media misalnya gambar-gambar, tidak hanya sekedar diterangkan saja. Contoh lain yang bisa diambil juga adalah pemberian materi tentang pelaksanaan haji. Pelajaran akan lebih mengena jika disajikan dalam bentuk demonstrasi film/video. Begitu juga dengan pelajaran lainnya.
Selain alat/media yang berupa benda dikembangkan dalam pendidikan Islam, alat/media yang bukan berupa benda pun perlu juga mendapatkan perhatian yang serius, sebab pada umumnya alat/media pengajaran yang bukan berupa benda lebih banyak tujuannya untuk pembentukan pribadi yang baik atau sempurna, dan pendidikan Islam sangat berperan sekali untuk tugas itu. Sehingga murid-murid akan memiliki akhlak, moral yang luhur. Itulah yang membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya.
Dengan demikian, apabila pendidikan islam memanfaatkan dan mengembangkan alat/media pengajaran tersebut didalam pelaksanaan pendidikannya, maka peserta didik akan memiliki pemahamanyang bagus tentang materi yang didapatkan, dan juga akan memiliki moral atau akhlak yang tinggi. Sehingga besar kemungkinan dengan memperhatikan alat/media pengajaran, tujuan pendidikan Islam akan tercapai efektif dan efisien.[9]
D.   Hukuman Sebagai Alat Pendidikan
Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa anak itu.
Gunning, Kohnstamn dan scheler mengatakan bahwa hukuman ialah alat mempertajam dan mengakibatkan kata hati.
Hukuman yang bersifat mendidik dan tetepi diterapkan oleh pendidik yang mempunyai hubungan batin dengan anak didiknya berupa kasih sayang sebagai pendidik terhadap anak didiknya.
Tanpa  ada rasa itu, perbuatan menghukum bisa menjurus kepada perbuatan yang sewenang-wenang.
Hukuman sebagai alat pendidikan, meskipun mengakibatkan penderitaan bagi si terhukum. Namun dapat juga menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk mempergiat aktivitas belajar murid. Ia berusaha untuk dapat selalu memenuhi tugas-tugas belajarnya, agar terhindar dari bahaya hukuman.
Beberapa petunjuk menerapkan hukuman.
Untuk menghindari adanya perbuatan sewenang-wenang dari fihak yang mengetrapkan hukuman terhadap anak didik, berikut ini beberapa petunjuk dalam mengetrapkan hukuman :
  1. Pengetrapan hukuman disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan.
  2. Pengetrapan hukuman disesuaikan jenis usia dan sifat anak.
  3. Pengetrapan hukuman dimulai dari yang ringan.
  4. Jangan lekas mengetrapkan hukuman sebelum diketahui sebab musababnya, karena mungkin penyebabnya terletak pada situasi atau pada peraturan atau pada pendidikan.
  5. Jangan mengetrapkan hukuman dalam keadaan marah emosi, atau sentimen.
  6. Jangan sering menetrapkan hukuman.
  7. Sedapat mungkin jangan mempergunakan hukuman badan melainkan pilihan hukuman yang bernilai pedagogis.
  8. Perhitungan akibat-akibat yang mungkin timbul dari hukuman itu.
  9. Berilah bimbingan kepada si terhukum agar menginsyafi atas kesalahannya.
  10. Pelihara hubungan/jalinan cinta kasih sayang antar pendidikan yang mengetrapkan hukuman dengan anak didik yang dikenai hukuman, sekira terganggu hubungan tersebut harus diusahakan pemulihannya.
Akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji didalam hatinya untuk tidak mengulangi.
Sejak dahulu, hukuman dianggap sebagai alat pendidikan yang istimewa kedudukannya, sehingga hukuman itu diterpkan tidak hanya pada sidang pengadilan saja, tetapi ditetapkan pada semua bidang, termasuk dibidang pendidikan.
Dibidang pendidikan, hukuman berfungsi sebagai alat pendidikan dan oleh karenanya :
a)      Hukuman diadakan karena ada pelanggaran, adanya kesalahan yang diperbuat.
b)      Hukuman diadakan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran.
Dapatlah kita simpulkan, bahwasanya hukuman itu dapat diterapkan dalaam pendidikan, terutama hukuman yang bersifat paedagogis, menghukum bilamana perlu, jangan terus menerus, dan hindarilah hukuman jasmani/badan.
Dalam menghukum harus disesuaikan dengan kesalahan yang telah dilakukan anak, umur anak, dan juga keadan anak.















BAB III
PENUTUP

Dalam sebuah pendidikan alat-alat mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menentukan modal-modal pendidikan yang sesuai dengan keadaan yang ada jika saaat pendidikan yang efektif maka memungkunkan besar kegiatan pendidikan akan berjalan dengan lancar dan bisa membawa kwmajuan-kemajuan dalam bidang prestasi siswa ataupun kemajuan dalam institusi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Nur Ubaidi, 1991, Ilmu Pendidikan,Cet 1, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Ramayulis, 2002, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
 Roqib, Moh, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta : LKIS.



[1] http://assunnah.or.id.13 Mei 2011jam13.00(pendidikan Islam)
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), hal 180-181
[3] Ibid, hal 182
[4] http://assunnah.or.id.13 Mei 2011jam13.00(pendidikan Islam)

[5]  Ramayulis, Op.Cit, hal 184 -188
[6]  Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Reinka Cipta, 1991).
[7]  Ramayulis, Op Cit, hal 190 -191
[8]  Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : LKIS, 2009), hal 70-71.
[9]  Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta ; Rineka Cipta, 1991)

Copyright @ 2013 Para Pencari Ilmu Dunia Akhirat.