A. Sejarah Gerakan
Perang Solferino
Pada
tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan
rendah Propinsi Lambordi, sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit
antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16
jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban
tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya
prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok
yang saling berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung
pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian massal yang menghabisi ribuan
orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan
kepentingan orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan.
Mereka hanya dianggap sebagai ‘makanan meriam’. Ribuan mayat tumpang tindih
dengan mereka yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli bedah pun sangat
tidak mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat
seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu orang.
Pertempuran
tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.Akibat perang dengan
pemandangannya yang sangat mengerikan itu, menggugah Henry Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910)
yang kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna
keperluan bisnis. Namun menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat
pertempuran, membuat kesedihannya muncul
dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang
dari desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk
sungguh-sungguh menghabiskan waktunya guna merawat orang yang terluka.
Ribuan orang
yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan
medis yang tidak mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam
tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya yang
diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli (Kita semua saudara),
membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa
membedakannya.
Sekembalinya
Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya
di Solferino. Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk
menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya perang, ditulisnya sebuah buku
dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu
diberi judul “Kenangan dari Solferino”
(Un Souvenir De Solferino). Buku itu mengandung dua gagasan penting
yaitu:
1.
Perlunya
mendirikan perhimpunan bantuan di
setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yang terluka
pada waktu perang.
2.
Perlunya kesepakatan internasional guna
melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-orang yang
merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya
Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan
juga para pemimpin militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu
segera membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant diundang kemana-mana dan
dipuji dimana-mana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant,
termasuk Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva
Public Welfare Society (GPWS). Moynier pun mengajak Henry Dunant untuk
mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863
di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS mendukung ide Dunant. Pada
saat itu juga ditunjuklah empat orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA
untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka adalah :
1.
Gustave Moynier
2.
dr. Louis Appia
3.
dr. Theodore
Maunoir
4.
Jenderal
Guillame-Hendri Dufour
Adapun
Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk
menjadi sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama
menjadi Komite Tetap Internasional untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu
Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada
bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit
yang Terluka, atas bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan
Konferensi Internasional pertama di
Jenewa yang dihadiri perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem,
Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia, Perancis,
Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa Negara
tersebut saat ini sudah menjadi Negara bagian dari Jerman.
Adapun
hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri
dari sepuluh pasal, beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu
digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka
menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG
MERAH atau ICRC (International Committeee of the Red Cross)
dan ditetapkannya tanda khusus bagi
sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran
yaitu Palang Merah diatas dasar
putih.
Pada
akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant – untuk membentuk
perhimpunan para sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa
perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian setelah berlangsungnya
konferensi internasional di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan
Prusia. Perhimpunan lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis,
Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan Hesse. Pada waktu itu mereka
disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
Dengan dukungan
pemerintah Swiss, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan di Jenewa
pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor
mengirimkan wakilnya. Sebagai bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi
disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan tersebut dinamakan “Konvensi
Jenewa untuk memperbaiki kondisi tentara yang terluka di medan perang” dan
disetujui pada tanggal 22 Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu
mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi prajurit yang
terluka pada saat peperangan dan membuat negara-negara memberikan status netral
pada prajurit yang terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil
kesehatan.
B. Komponen Gerakan
1.
International Committee of
the Red Cross /ICRC (Komite Internasional Palang Merah)
- Organisasi
internasional swasta, netral dan mandiri, tidak di bawah PBB, berkantor pusat
di Jenewa, Swiss.
- Dewan
Eksekutif terdiri dari 25 orang warga Swiss.
- Sumber Dana merupakan sumbangan
dari negara peserta Konvensi Jenewa, Perhimpunan Nasional, Sumbangan UE,
sumbangan dari pihak lain.
-
ICRC berperan sebagai :
1. Institusi
netral.
2. Pelindung
(guardian) asas dan pelaksana Konvensi Jenewa 1949.
3. Memiliki
Hak Prakarsa
2.
International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societies / IFRC (Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah)
-
Organisasi kemanusiaan terbesar
di dunia
-
Berdiri tahun 1919
-
Beranggotakan 181 Perhimpunan Nasional
-
Lebih dari 60 delegasi di dunia
-
IFRC berperan sebagai
:
1. Tanggap Bencana
Kesiap-siagaan Bencana
2. Mempromosikan nilai
kemanusiaan dan prinsip
3. Kesehatan dan pelayanan
masyarakat
4. Pengembangan kapasitas
organisasi
3.
National Societies
(Perhimpunan-Perhimpunan Nasional)
- Didirikan di satu Negara
pihak/peserta Konvensi-Konvensi Jenewa 1949.
- Satu-satunya Perhimpunan
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional di negaranya.
- Diakui
oleh pemerintah negaranya.
- Memakai nama dan lambang
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.
- Bersifat
Mandiri
- Terorganisasi
dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan di seluruh wilayah negaranya.
- Menerima
anggota tanpa membedakan ras, jenis kelamin, kelas, agama atau pandangan
politik.
- Menyetujui
Statuta Gerakan.
- Menghormati
Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan
prinsip-prinsip HPI.
LAMBANG KOMPONEN GERAKAN
IFRC palang merah
0 comments:
Post a Comment