JAUHKANLAH DIRIMU DAN KELUARGAMU DARI API NERAKA

Wednesday, November 28, 2012

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Telah kita ketahui bersama, bahwa filsafat merupakan hasil pemikiran oleh para ahli filsafat yang mana setiap ahli filsafat mempunyai hasil pemikiran yang berbeda-beda. Kadang ada pemikiran dari para ahli filsafat yang saling menguatkan dan ada juga yang saling berlawanan. Hal ini disebabkan oleh berbagai factor, misalnya factor setting social dan budaya masing-masing daerah para ahli filsafat (filosof) yang berbeda.
Begitu juga dunia filsafat pendidikan, selama perkembangannya muncul berbagai penilaian yang akhirnya menjadi suatu aliran yang memberikan pijakan dasar bagi terbentuknya suatu lembaga pendidikan di suatu Negara.
Dalam filsafat terdapat berbagai madzhab, aliran-aliran, seperti materialisasi, idealisme, realisasi, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran. Di antaranya progressivisme, esensialisme, perenalisme, dan rekontruksionisme.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai aliran-aliran ini dalam makalah ini akan disajikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua amin….




PEMBAHASAN

A.      Progressivisme
Progressivisme berkembang dalam permulaan abad 20 ini terutama di Amerika Serikat. Progressivisme lahir sebagai perubahan dalam dunia (filsafat) pendidikan terutama sebagai lawan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad ke sembilan belas.
Progressivisme menganggap pendidikan sebagai cultural transition. Ini berarti bahwa pendidikan dianggap mampu merubah dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia bagi hari depan yang makin kompleks dan menantang. Karena pendidikan adalah lembaga yang mampu membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan cultural dan tantangan-tantangan zaman, demi survive-nya manusia.
Progressivisme mempunyai cirri utama, yakni mempercayai manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya yang multi kompleks dengan skill dan kekuatan sendiri. Dan dalam makna ini, maka liberal mempunyai arti menghormati martabat manusia, menghormati harga manusia sebagai subyek di dalam hidupnya. Dalam arti demokrasi pandangan-pandangan Progressivisme merupakan cara berpikir liberal, yang memberi kemungkinan dan prasyarat bagi perkembangan tiap pribadi manusia sebagaimana potensi yang ada padanya.
Sebagai cirri utama lain progressivisme adalah suatu filsafat transisi antara dua konfigurasi kebudayaan yang besar. Progressivisme adalah rasionalisasi mayor dari pada suatu kebudayaan, yakni:
  1. Perubahan yang cepat dari pola-pola kebudayaan barat yang diwarisi dan dicapai dari masa silam.
  2. perubahan yang tepat menuju pola-pola kebudayaan baru yang sedang dalam proses pembinaan untuk masa depan.[1]    
Biasanya aliran Progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal. “The Liberal road to culture” yang dimaksudkan dengan ini adalah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh sesuatu doktrin tertentu), carious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki) tolerant dan open minded (mempunyai hati terbuka).[2]
  1. Latar belakang aliran Progressivisme
Progressivisme sebagai ajaran filsafat mempunyai watak yang dapat digolongkan sebagai:
1.    Negatif and diagnostic yang berarti bersikap anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk baik yang kuno maupun yang modern, yang meliputi semua bidang kehidupan terutama agama, moral, social, politik, ilmu pengetahuan.
2.    Positive and remedial, yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manusia sebagai subyek yang memiliki potensi-potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self regenerative untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidupnya.
Progressivisme disebut juga dengan nama yang berbeda-beda seperti pragmatisme, instrumentalisme, experimentalisme, dan enviromentalisme. Masing-masing istilah penamaan itu merupakan wujud ide asasi yang menjadi wataknya. Progerssivisme, karena aliran ini mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivitas dalam semua realita, terutama dalam diri manusia sebagai subyek.
Latar belakang ide-ide filsafat yunani, baik Heraclites maupun Socrates, bahkan juga protagoras amat mempengaruhi aliran ini. Ide Heraclites tentang perubahan “all reality is characterized by constant change, that nothing is permanent except the principle of change it self”, adalah menjadi asas progressivisme.
Ide Socrates yang menyatukan nilai ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip moral juga dianggap berpengaruh atas progerssivisme. Sedangkan protagoras menyatakan bahwa kebenaran dan nilai-nilai bersifat relative menurut waktu dan tempat, bahkan menurut subjek (manusia) adalah peletak pandangan Progressivisme tentang nilai.
Disamping pengaruh-pengaruh tokoh filsafat di atas ada pula pengaruh kebudayaan yang secara khusus ditulis oleh Brameld sebagai tiga factor kebudayaan yang berpengaruh atas perkembangan progressivisme.
1. Revolusi industri
2. Modern science
3. Perkembangan demokrasi[3]
  1. Pandangan ontology, Progressivisme
1.      Asas Hereby atau asas kebudayaan
Dunia adalah proses/tata dimana manusia hidup di dalamnya. Istilah dunia ini dapat dianggap sinonim dengan kosmos, realita, dan alam.[4]
2.      Pengalaman sebagai realita
Pengalaman yang mengandung sifat-sifat;
a. Pengalaman itu dinamis
b. Pengalaman itu temporal
c. Pengalaman itu spatial
d. Pengalaman itu pluralitas
3.      Pikiran (mind) sebagai fungsi manusia yang unik
Menurut Progressivisme potensi intelegensi ini meliputi kemampuan, mengingat, imajinasi, menghubung-hubungkan, merumuskan, melambangkan dan memecahkan persoalan-persoalan serta berkomunikasi dengan sesamanya. Bahkan eksistensi dari realita mind hanyalah di dalam aktivitas, dalam tingkah laku. Mind pada prinsipnya adalah yang berperan di dalam pengalaman.

  1. Pandangan epistemology Progressivisme
1.         Pengetahuan dan kebenaran
Kebenaran ialah kemampuan suatu ide memecahkan suatu problem. Oleh karena itu, kebenaran ialah konsekuensi-konsekuensi dari pada suatu ide, realita pengetahuan, daya guna dalam hidup.
2.         Pengetahuan itu bersifat pasif
Pengetahuan ialah perbendaharaan informasi, fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, proses kebiasaan-kebiasaan yang terakumulasi di dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman-pengalaman.
3.         Kebenaran bersifat aktif
Kebenaran ialah hasil tertentu daripada pengetahuan, hasil pemilihan alternatif-alternatif dalam proses pemecahan masalah.
4.         Intelegensi dan operasionalisme
Intelegensi dan metode operasional adalah ciri utama dalam epistimologi progressivisme.
5.         Immediate dan mediate experience
-       Immediate experience, kita menghayati pengalaman ini dalam kesadaran keseimbangan.
-       Mediate experience. Pengertian mediate yakni subyek segera menjembatani (menjadi perantara) antara dua: kehilangan keseimbangan dan adanya keseimbangan.
Progressivisme juga menekankan bahwa janganlah kita mengira bahwa seseorang berpikir hanya dalam rangka mengatasi persoalan karena ada masalah. Berpikir demikian bersifat reaktif, tidak kreatif. Padahal orang juga berpikir di waktu relaks, baik sebagai seniman yang mencari ilham maupun sebagai scientist atau filosof yang merenung dengan tenang.
  1. Pandangan axiology Progressivisme
1.         Approach empiris
A.  Hubungan antara realita dengan pengetahuan
B.  Nilai instrumental dan nilai-nilai instrinsik
C.  Nilai sosial dan nilai individu
D.  Perkembangan sebagai nilai
2.         Approach artistik
A.  Nilai estetika
B.  Ilmu pengetahuan dan seni (science and art)
  1. Penilaian budaya atas progressivisme
Dalam teori dan praktek pendidikan, progressivisme mendorong banyak pemikir dan mempengaruhi kebudayaan dengan sistem organisasi dan sebagai aliran eksperimental. Progressivisme sungguh-sungguh berorientasi pada pengalaman anak sebagai “the whole child” dan membinanya dengan materi pelajaran yang tepat, serta berdasarkan pada asas dan teori psikologi belajar melalui pengertian yang operasional tentang minat, usaha, habit, growth, organisme, kebudayaan dan di atas semua itu asas intelegensia.[5]

B.       Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman renaissans, dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Bagi esensialisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
Esensialisme merupakan perpaduan antara ide-ide filsafat idealisme dan realisme, sehingga aliran ini nampak lebih mantap dan kaya dengan ide-ide dibanding jika hanya mengambil dari salah satu aliran atau posisi sepihak saja. Atau pertemuan antara bersifat elektrik, yakni keduanya sebagai pendukung namun tidak melebur diri menjadi satu, atau tidak melepaskan identitas atau ciri masing-masing aliran.
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme.[6]
Menurut aliran ini “education as cultural conservation”, pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap para ahli sebagai “conservative roat to culture” yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan manusia.
Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan demikian, ialah essensia yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan manusia.[7]
A.  Pola Dasar Pendidikan Esensialisme
Uraian ini memberi penjelasan tentang pola dasar pendidikan aliran esensialisme.
a.       Bahwa tidak semua teori pendidikan esensialisme selalu langsung berasal dari filsafat esensialisme.
b.      Bahwa dengan demikian, asas-asas filsafat esensialisme yang lengkap, tidak selalu harus diikuti dengan pola-pola asasi atau pola dasar pendidikannya yang terperinci.
c.       Pola asasi pendidikan esensialisme hanyalah berhubungan dengan teori dasar pendidikan, sebab soal-soal praktek pendidikannya adalah masalah praktis yang disesuaikan dengan kondisi yang insidental.
B.   Tokoh-tokoh Penyebar Aliran Esensialisme
Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme diantaranya sebagai berikut:
-         Desiderius Erasmus, merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain, Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.
-         Johann Amos Comenius, berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakekatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
-         John Locke, berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
-         Johann Henrich Pestalozzi. Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa manusia juga mempunyai hubungan transedental langsung dengan Tuhan.
-         William T. Harris, tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.[8] 
  1. Prinsip-prinsip pendidikan Esensialisme
1.        Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan kadang-kadang dapat menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip disiplin.
2.        Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik (guru) bukan pada anak.
3.        Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subyek materi yang telah ditentukan.
4.        Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
5.        Tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum, karena dianggap merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.[9] 
  1. Pandangan Ontologi Esensialisme
1)      Sintesa idealisme dan realisme tentang hakekat realitas berarti esensialisme mengakui adanya realita obyektif disamping konsep-konsep pre-determinasi, supernatural dan transcendental.
2)      Aliran ini dipengaruhi penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern baik phisika maupun biologi.
3)      Penafsiran spiritual atas sejarah
Teori filsafat Hegel yang mengsintesakan science dengan religi dalam kosmologi berarti sebagai interpretasi sejarah atas sejarah perkembangan realita semesta.
Walaupun Hegel hidup lebih dulu dari Darwin, namun Hegel telah melihat adanya perjuangan semua eksistensi dari semua realita. Hegel menekankan adanya proses perubahan yang terus menerus dalam makna sejarah. Tetapi teori itu pada hakekatnya sama dengan analisa tentang evolusi segala sesuatu.
4)      Faham Makrokosmos dan Mikrokosmos
Makrokosmos adalah keseluruhan semesta raya dalam suatu design dan kesatuan menurut teori kosmologi.
Mikrokosmos adalah bagian tunggal (individu tersendiri), suatu fakta yang terpisah dari keseluruhan itu, baik pada tingkat umum, pribadi manusia ataupun lembaga.
  1. Pandangan Epistimologi Esensialisme
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyebari realita dirinya sebagai mikrokosmos maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat / kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu. Dan berdasarkan kualitas itulah dia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang ilmu alam, biologi, sosial, estetika, dan agama. Generalisasi di atas secara keseluruhan adalah pelaksanaan asas pandangan idealisme dan realisme.
  1. Pandangan Axiologi Esensialisme
Pandangan ontologi dan epistimologinya sangat mempengaruhi pandangan axiology ini. Bagi aliran ini, nilai-nilai, seperti juga kebenaran berakar dalam dan berasal dari sumber obyektif. Watak sumber ini dari mana nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme, sebab esensialisme terbina oleh kedua sayap tersebut.  

C.      Perenialisme
A.    Latar Belakang Perenialisme
Perennial merupakan asal kata perenialisme, yang dalam oxford adyanced learner’s dictionary of current English diartikan sebagai “cortinuing throughout the whole year” atau “lasting for very longtime” yaitu abadi atau kekal. Secara maknawi aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpagang pada nilai-nilai dan norma yang bersifat kekal dan abadi. Istilah perennial berarti terus tiada berakhir. Pengertian ini dapat dianalogikan dengan bunga yang terus menerus mekar dari musim ke musim. Dari gejala kehidupan bunga mekar dari musim ke musim ini merupakan teras, karena merupakan gejala yang terus ada dan sama.[10]
Aliran perenialisme dianggap sebagai “regressive road to culture” yakni jalan kembali, mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang, sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan kembali kepada kebudayaan masa lampau.[11] Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu hal-hal yang sudah lampau saja) tetapi telah berdasarkan keyakinan.     
B.     Pandangan Ontologi Perenialisme
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah jaminan bahwa realita itu bersifat universal. Inilah jaminan yang dapat dipenuhi dengan jalan mengerti wujud harmoni bentuk-bentuk realita, meskipun tersembunyi dalam suatu wujud materi atau peristiwa yang berubah, ataupun di dalam ide-ide yang berkembang.[12]
a.    Individual Thing, Essence, Accident, Subtance
Benda individual adalah benda sebagaimana nampak dihadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indera. Esensi dari sesuatu adalah kualitas yang menjadikan atau yang menyebabkan benda itu lebih instrinsik dari pada halnya. Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibanding dengan yang esensial. Kenyataan yang diketahui atau dihadapi oleh manusia mengenai hal-hal tersebut tidaklah terlepas satu sama lain, tetapi seketika bersama-sama. Kesatuan dari tiap-tiap yang berpasangan pada individu atau hal disebut substansi.
b.   Asas Teleologis
Perenialisme mengembangkan bahwa realita itu bersifat teleology. Tiap realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak atau berkembang dari potensial menuju aktualitas. Proses perkembangan dari potensialitas menuju aktualitas ini disebut teleologis.[13]
c.    Asas Supernatural
Manusia tidak akan mungkin menyadari asas teleologis itu tanpa iman dan norma. Sesungguhnya semua realita dalam semesta ini bersumber dan tergantung kepada realita supernatural itu.  


C.     Pandangan Epistimologi Perenialisme
Perenialisme berpangkal pada 3 istilah yang menjadi asas di dalam epistimologi, yaitu:
1.      Truth bagi Perenialisme ialah prasyarat asas tahu untuk mengerti memahami arti realita semesta raya, jadi kita tak mungkin memahami realita semesta raya tanpa melalui proses tahu. Perenialisme mengakui bahwa impressi / kesan melalui pengamatan tentang individual thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Sebab, kesadaran tentang kebenaran pada hakekatnya adalah kesadaran tentang esensi yang ada di dalam tiap realita.
2.      Self-evidence, merupakan asas pembuktian tentang realita dan kebenaran sekaligus. Self-evidence adalah suatu bukti yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada materi atau realita yang lain.
3.      Reasoning (berpikir)
Pengertian tentang kebenaran hanya mungkin diatas hukum berpikir, sebab pengertian logis misalnya berasal dari hukum berpikir yang diajarkan Aristoteles yang terkenal ialah silogisme, yang terbentuk atas hubungan logis antara premis mayor, premis minor dan kesimpulan
D.    Pandangan axiology Perenialisme
1.      Prinsip Etika
Kodrat wujud manusia menentukan kodrat tindakan-tindakannya, kodrat perwujudan seorang manusia ialah dari jiwanya, pikirannya. Perwujudan seorang manusia ialah kekuatan potensial yang membimbing menuju atau menjauhi Tuhan, dan keadaan yang ditentukan oleh kekuatan potensial itu seseorang akan dipandang sebagai baik atau jahat.
2.      Tingkat-tingkat Kebajikan
Aristoteles membedakan 2 tingkat utama kebajikan, yaitu:
-         Kebajikan intelektual, yang terbina melalui pendidikan-pengajaran.
-         Kebajikan moral yang terbina melalui pembentukan kebiasaan.
3.      Prinsip-prinsip Estetika
Keindahan adalah nilai tertinggi dalam estetika. Realita keindahan, dihayati dan dinikmati manusia secara langsung. Hakekat keindahan yang sesungguhnya ialah tuhan sendiri. Fungsi keindahan dalam kehidupan manusia tidak hanya untuk dinikmati, melainkan ada fungsi catharsis, yaitu yang dapat meningkatkan hidup manusia dalam arti spiritual.[14]
E.     Pola Pendidikan Perenialisme
Menurut Perenialisme, belajar adalah latihan mental dan disiplin jiwa. Berhubung dengan itu, pandangan tentang belajar hendaklah berdasarkan atas paham bahwa manusia itu pada hakekatnya rasionalistis. Adanya sifat rasional itu berkembanglah pemikiran dasar tentang kebebasan.[15] Atas dasar tersebut, maka tugas utama pendidik adalah menuntun / membimbing anak didik ke arah kemasakan, masak dalam arti hidup akalnya.
Bimbingan ke arah kemasakan itu dimulai di sekolah dasar (rendah), yang berfungsi sebagai persiapan dan memberikan pengetahuan dan latihan dasar. Pendidikan menengah berfungsi untuk lebih meningkatkan program pendidikan umum. Sedangkan tujuan pendidikan tinggi (dewasa) adalah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam pendidikan sebelum itu, menetralisir pengaruh-pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna mampu mereorganisasi pendidikan anak-anaknya dan membina kebudayaannya[16]

D.      Rekontruksionisme
A. Latar belakang Aliran rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.[17]
Pada dasarnya aliran rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perenialisme bahwa ada kebutuhan anak mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern sekarang (hendak menyatakan krisis kebudayaan modern), yang sekarang mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Tetapi aliran rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara dan jalan pemecahan yang ditempuh filsafat perenialisme. Aliran perenialisme memilih jalan kembali ke alam kebudayaan abad pertengahan. Sementara itu aliran rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.[18]
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata hidup manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya, maka melalui lembaga dan proses pendidikan. Rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.[19]
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. tokoh- tokoh aliran rekonstruksionisme yaitu Caroline pratt, George count, dan Harold rugg.[20]
Usaha rekonstruksionisme sosial yang diupayakan Brammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.[21]
B.  Pandangan rekonstruksionisme dan penerapannya di bidang pendidikan
Aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasasi oleh golongan tertentu. sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturuanan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.[22]
George counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya Dare the school build a new sosial order mengemukakan bahwa sekolah akan betul- betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, dan kesukuan (rasialisme). masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantangan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi sosial dari pada pendidikan hanya mempertahankan status qua dengan ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masalah-masalah yang terpendam di dalamnya.
Sekolah harus bersatu dengan kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan kelompok minoritas untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan. Counts mengkritik pendidikan progresif telah gagal menghasilkan teori kesejahteraan sosial dan mengatakan sekolah dengan pendekatan child centered tidak cocok untuk menentukan pengetahuan dan skill sesuai dalam abad dua puluh.[23]
C.   Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
a.       Tujuan Pendidikan
1. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b.      Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c.       Kurikulum
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
d.      Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e.       Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.[24]
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a. Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c. anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
d. Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis
e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f. meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[25]





DAFTAR PUSTAKA


Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan.Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002
Mudyarhardjo Redja, Pengantar Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004
Syam Muhammad Noor, Filsafat Penidikan dan Dasar Filfasat Kependidikan Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1986
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta 2003
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004
http:// neneng- halimah- unindra2b.blogspot.com/2008/6/filsafat pendidikan.html
http:// fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran rekonstruksionisme.html
Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mrndidik), Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta, 1994
Noor Syam, Muhammad, 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional.
Syadzali, Ahmad, dkk, 1997. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia.
Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, Andi Offset, Yogyakarta, 1997.
 






[1] M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hal. 225-228
[2] Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hal 20-21
[3] M. Noor Syam, Op. Cit, hal. 230-232
[4] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 1997, hal.29
[5] M. Noor Syam, Op. Cit, hal. 233-258
[6] Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, hlm.25
[7] M. Noor Syam, Op. Cit, hal. 260

[8] Dra. Zuhairini, Opcit
[9] Drs. H. Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm.58-59
[10] Prof. Imam Barnadib, M. A. Ph. D, Filsafat Pendidikan Sistem dan metode, Yogyakarta: Andi Offset, 1998, hal.5960
[11] M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hal 295-296
[12] Ibid, hal. 306
[13] M. Noor Syam, Op. cit, hal. 308
[14] Ibid, hal.315-319
[15] Prof. Imam Barnadib, Op. Cit, hal 84
[16] M. Noor Syam, Op. cit, hal. 333
[17] Jalaluddin, abdullah, idi, filsafat pendidikan, jakarta: gaya media pratama, 2002,
hlm. 97
[18] M. Noor Syam, Op. cit, hal. 340-341
[19] Zihairini, filsafat pendidikan islam, jakarta: bumi aksara, 2004, hlm. 29
[20] http:// fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran rekonstruksionisme.html
[21] Uyoh sadullah, pengantar filsafat pendidikan, bandung: alfabeta, 2003, hlm. 167-168
[22] http:// neneng- halimah- unindra2b.blogspot.com/2008/6/filsafat pendidikan.html
[23]  Uyoh sadullah, Op. Cit, hlm. 168-169
[24] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 156-157
[25] Uyoh sadullah, Op. Cit, hlm. 169-171

0 comments:

Post a Comment

Copyright @ 2013 Para Pencari Ilmu Dunia Akhirat.